Success isn't something that just happens - success is learned, success is practiced and then it is shared. Give thanks to the LORD. Alhamdulillah.....

Jumat, 14 Februari 2014

Sekilas Pasar Modal.

Di pasar modal, setiap pemegang saham adalah pemilik, walau cuma 1 lembar saham. Mereka berhak beroleh laba, dan berhak untuk didengar. Karena berstatus pemilik, maka pemegang saham juga ikut ambil risiko. Perusahaan bisa untung dan bisa rugi. Semua pemilik ikut menanggung. Besaran untung atau rugi yang dinikmati/ditanggung akan tergantung pada sebanyak apa jumlah saham yang dimiliki. Tentu ini cukup adil. Ingin untung besar? Ya silakan tambah jumlah saham yang dimiliki. Ingin mengurangi risiko kerugian? Ya silakan kurangi jumlah pemilikan.

Karena persepsi tiap orang (pemegang saham) berbeda-beda (ingin untung vs takut rugi), maka mereka saling bertukar di sebuah pasar. Pasar itulah yang dikenal sebagai Bursa Saham, tempat orang membeli/menjual perusahaan (dalam bentuk lembaran-lembaran saham). Di Bursa Saham tersebutlah perusahaan publik (perusahaan yang sudah terbuka untuk dimiliki masyarakat) sahamnya di-perdagangkan tiap waktu.

Bila sebuah perusahaan penjualan dan labanya bertumbuh, akan banyak orang yang ingin memiliki sahamnya. Maka harga sahamnya akan naik. Sebaliknya, bila sebuah perusahaan penjualan dan labanya jelek, maka risiko dianggap meningkat. Sahamnya akan dilepas di harga lebih rendah.

Sebagai milik publik, maka perusahaan publik wajib mengumumkan laporan keuangan mereka. Pemilik berhak tahu bagaimana perusahaan dikelola. Dari laporan keuangan ini pula, dapat dibandingkan mana perusahaan publik yang kinerjanya membaik atau memburuk. Memaksa mereka bersaing. Seluruh laporan keuangan perusahaan publik bisa dilihat di website BEI. Juga dimuat di koran-koran. Nggak ada yang ditutupi. Memang tidak tertutup kemungkinan ada yang menyajikan laporan keuangan secara tidak benar. Bila ketahuan akan dihukum oleh pasar.

Di Indonesia, kebanyakan perusahaan besar sudah jadi perusahaan publik. Anda bisa jadi pemilik Bank BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra, dll. Ada hampir 500 perusahaan publik di Indonesia. Ada yang bagus, ada yang jelek, ada yang membaik ada yang memburuk. Tinggal pilih.

Keuntungan pemegang saham biasanya atas dua hal: dividen dan capital gain (selisih harga jual vs. harga beli). Keduanya bentuk tunai. Ada juga sih dividen berbentuk saham. Bisa untuk menambah kepemilikan, bisa juga untuk dijual ke orang lain. Terserah pemilik. Sementara emiten tidak hanya menikmati saat IPO (penjualan saham perdana) saja, mereka juga bisa terbitkan saham baru, atau berbagai inovasi keuangan lain.

Perusahaan-perusahaan publik besar di Indonesia termasuk yang memiliki pertumbuhan laba terbesar di Asia Pasifik. Sayangnya banyak yang nggak tau. Kapitalisasi (nilai pasar) saham Indonesia selama 10 tahun terakhir bertumbuh secara compounded sekitar 25% per tahun. Hebat kan? Anehnya, kebanyakan orang Indonesia malah nggak menikmati. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Kemungkinan besar karena nggak ngerti. Susah dimengerti, jumlah investor retail Indonesia cuma 400 ribuan. Investor tidak langsung paling top 4-5 juta orang. Penduduk? 250 juta. Investor tidak langsung yang saya maksud adalah yang berinvestasi lewat reksadana, produk asuransi, lewat dana pensiun dll.

Karena milik publik pula maka sebuah perusahaan bisa menjadi besar dan bertumbuh cepat. Kebutuhan modalnya dibiayai oleh banyak orang. Prinsip dasar di pasar modal: yang dipercaya akan semakin dipercaya. Yang tidak dipercaya akan semakin ditinggalkan. Adil kan? Akibatnya perusahaan yang sangat dipercaya, seperti Microsoft, bisa ngutang dengan bunga sangat rendah. Lebih rendah dari pada bunga pemerintah.

Itu alasan dasar mengapa pasar modal menciptakan perusahaan-perusahaan yang bertumbuh dan kompetitif. Bersaing rebutan modal. Dengan modal lebih berlimpah dan biaya bunga yang rendah, maka perusahaan bisa mengembangkan produk baru, masuk ke pasar baru, dll. Pasar modal bisa dipandang sebagai Demokratisasi Modal. Berbeda dengan pemilu yang sekian tahun sekali, proses di pasar berlangsung tiap hari.

Perusahaan publik secara umum dipandang memiliki risiko lebih kecil oleh bank, karena lebih transparan. Lebih diprioritaskan dapat kredit. Dengan status sebagai perusahaan publik, sebuah perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain tanpa harus keluar duit. Dibayar pakai saham. Itu yang dilakukan perusahaan besar seperti Microsoft, Google, Apple, Oracle, dll, membeli perusahaan lain tanpa harus keluar duit tunai. Tapi tentu saja tidak bisa begitu saja terjadi. Kepercayaan investor harus dibeli dan dijaga terus menerus. Bila ngawur, kepercayaan hilang.


Bukankah manajemen perusahaan harus tunduk pada pemegang saham terbesar? Ya memang betul begitu, karena mereka punya risiko terbesar. Tapi pada perusahaan publik yang telah lama dan sangat dipercaya, pemilikan sahamnya bisa sangat tersebar luas meliputi ribuan investor. Pada perusahaan seperti IBM misalnya, pemegang saham terbesarnya hanya menguasai 6% jumlah saham. Pada Apple, hanya 5% saham. Itu terbesar. Pada pemilikan sedemikian tersebar, manajemen perusahaan bisa bersikap independen. Tidak didominasi kepentingan pemegang saham terbesar.

Coba kita lihat di sekitar kita, banyak sekali produk dari perusahaan publik. Contoh: Apple, Samsung, Blackberry, HP, Dell, LG, dll. Lihat di luar jendela, ada mobil buatan Astra, Ada Bank BCA, Mandiri, BRI, dll. Ada Indomie buatan Indofood. Semua perusahaan publik.

Investor terbesar di dunia adalah Dana Pensiun, lalu Reksadana, dan diikuti Dana Asuransi. Semuanya memperoleh dana dari masyarakat luas. Jadi Demokratisasi Modal sebenarnya bersifat sangat luas, mencakup kemaslahatan masyarakat yang juga sangat-sangat luas.

Anda peserta skema Jamsostek? Tahukah anda bahwa dana yang anda setorkan via Jamsostek itu diinvestasikan di pasar modal Indonesia? Anda ikut skema dana pensiun? Dana yang terkumpul dari dana pensiun jutaan orang - mengalirnya ke pasar modal. Agar bisa bertumbuh. Andai dana pensiun tersebut cuma disimpan di bank, maka mustahil akan cukup untuk memenuhi kebutuhan aktuaria peserta dana pensiun.

Mobil atau rumah anda diasuransikan? Punya asuransi jiwa? Nah, premi yang anda bayarkan itu sebagian mengalir ke pasar modal agar bertumbuh. Perusahaan publik, pasar modal, dana pensiun, asuransi, dan reksa dana -- semua saling sinergi. Saling membutuhkan untuk bisa bertumbuh. Perusahaan butuh modal. Investor butuh pertumbuhan hasil untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Semua pihak itu bertemu di pasar modal.

Mungkinkah perusahaan publik memalsukan laporan keuangan mereka? Bisa saja. Tapi laporan keuangannya dibaca ribuan pasang mata. Perusahaan Enron, pertama kali diketahui memanipulasi laporan keuangannya lewat ketelitian para investor. Laporan keuangannya dibongkar.

Para investor ini heran: mengapa perusahaan energi lain cuma bisa tumbuh 1 digit, tetapi Enron bisa tumbuh double digit. Apa rahasianya? Dari analisa atas laporan keuangan Enron, terasa banyak hal yang nggak nyambung. Hal ini meluas diketahui publik. Manajemen diperiksa. Karena tak bisa menjelaskan, maka Enron dihukum oleh pasar. Harga sahamnya jeblok tajam dalam hitungan hari. Sampai akhirnya bangkrut.

Arthur Andersen, auditor keuangan Enron pun diteliti oleh publik. Diduga terlibat manipulasi. Ikut dihukum pula oleh publik. Arthur Andersen yang saat itu di posisi auditor keuangan terbesar dunia, langsung dikucilkan. Dalam waktu singkat auditor itu kolaps.

Pasar modal memang berlangsung berlandas kepercayaan. Bila gagal menjaga kepercayaan - akan dihukum dengan sangat kejam. Perusahaan sebesar apa pun mustahil luput. Saat British Petrolium dianggap lalai menjaga anjungan minyak mereka hingga terbakar, harga sahamnya jeblok.

Kejamnya investor pasar modal adalah: Bila perusahaan X dianggap tak becus, mereka akan menanamkan uang pada semua kompetitor perusahaan X. Jadi, jangan heran bila saat British Petrolium kena kasus, harga saham Shell, ExxonMobil, dll justru memperoleh sentimen positif. Harganya naik.

Dan sama dengan itu, saat Exxon Mobil kapal tankernya karam karena dianggap ceroboh -- perusahaan minyak lawannya naik pamor di mata investor. Mengerikan juga ternyata. Apa ada perang saham antar perusahaan juga? Selalu begitu terus menerus. Yang selalu jadi contoh klasik: Pepsi vs Coca Cola. Bukan hanya di pasar, tetapi di laporan keuangan juga termasuk.

Dari hal itu, saya jadi lebih percaya bahwa kultur/budaya anggota sebuah kelompok bisnis entah koperasi atau korporasi - lebih berperan.

Salam,
Vivie.






Kamis, 23 Januari 2014

Memilih Manajer Investasi.

Sejak awal tahun ini Bursa Saham (IHSG) terlihat rebound, sejalan dengan mulai kembalinya investor asing ke pasar keuangan kita. Apakah pertanda mulai membaiknya pasar keuangan kita?. Entahlah, masa depan yang akan menjawab. Bagi mereka yang tak memiliki kemampuan atau waktu untuk secara langsung berinvestasi di pasar modal, dana investasinya dapat dibelikan reksadana, agar supaya dana investasi kita dikelola oleh manajer investasi profesional.  

Bagaimana cara memilih Manajer Investasi Bintang 4 atau 5? Simak penjelasan berikut ini.

Sebelum masuk ke topik utama, kita perjelas dulu, apa sih arti Manajer Investasi (MI) ber "gelar" Bintang 4 & 5? Kok seperti memilih hotel ya? … hehehe....

Sebenarnya gelar MI Bintang 4 & 5 menunjukkan "kelas"-nya. Kalau diibaratkan hotel, itu seperti hotel kelas Bintang 4 & 5. Lalu, siapa yang memberi gelar itu dan apa syaratnya agar MI bisa memperoleh gelar Bintang 4 & 5?

Di Indonesia, yang memberi gelar itu adalah PT Infovesta Utama. silahkan kunjungi webnya :
Salah satu syarat agar MI memperoleh gelar  Bintang 4 & 5 adalah: kinerja pertumbuhan/return dari dana yang dikelola.

Nah,. sekarang kita bahas topik utama: Cara Memilih MI Bintang 4 & 5.

Silahkan buka: http://www.infovesta.com

Coba ubek-ubek sendiri untuk mencari tau. Bagaimana? Sudah ketemu caranya? Kalau belum, mari kita lanjutkan …. 

Setelah website tersebut dibuka, scroll ke bawah, sampai ketemu kolom reksadana. Tampilan defaut-nya seperti ini:





Lalu pilih jenis reksadana: saham/campuran/syariah, dll. Pilih jangka waktu: 1 tahun/3tahun. Saya beri contoh, saya pilih reksadana saham, dengan jangka waktu 1 tahun. Hasilnya:



Sudah mulai "keliatan" bukan? Inilah penjelasan dari gambar sebelumnya.
NB: peringkat berdasar return.



Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah... dimana letak BINTANGnya?? *****
Disinilah letak bintang-bintang yang bersinar itu:



Tapi kok peringkat bintangnya tidak urut ya? Tanya kenapa? Hmm, ternyata ada yang lupa. Pilih tabel "scoring" dan ….... inilah peringkat reksadana Bintang 4 & 5.



Tapi ingat, peringkat reksadana Bintang 4 & 5 tidak mesti berbanding lurus dengan imbal hasil/return yang diperoleh.



Jadi, sebelum Anda berinvestasi reksadana, tentukan dulu: Anda pilih peringkat “bintang” (keamanan) atau return (keuntungan)..? Atau malah pilih keduanya? Kalau saya pribadi, saya akan pilih return, SELAMA reksadana tersebut "BERGELAR" Bintang 4 & 5. 

Semoga bermanfaat! Happy Investing dan Salam Profit.




Sabtu, 14 Desember 2013

Analisaku tentang krisis pasar keuangan.

Saya ingin membahas tentang krisis ekonomi yang sekarang terjadi.

Kita kembali ke tahun 2008 ketika terjadi krisis ekonomi yang berawal di AS, dikenal sebagai krisis “subprime mortgage.” Ketika krisis itu terjadi. Secara garis besar, di AS (dan ternyata di beberapa negara Eropa juga) terjadi gelembung kredit property yang menyebabkan kredit macet dan tumbangnya beberapa bank investasi papan atas disana. Untuk menyelamatkan pasar keuangan AS maka Federal Bank (FED = BI nya AS) mengeluarkan kebijakan menyuntikan dana dalam jumlah besar ke pasar keuangan.  Banjir likuiditas menyebabkan sebagian uang itu mengalir deras ke pasar keuangan di negara-negara dunia ketiga yang relatif paling sedikit terkena dampak krisis dan perekonomiannya di prediksi masih akan tumbuh. Cina, India dan Indonesia merupakan tujuan investasi paling menarik waktu itu.

Mengapa Indonesia? Kita harus memberi apresiasi pada 2 tokoh penting yang berhasil menyelamatkan Indonesia terhindar dari dampak krisis, yakni Boediono (Gubernur BI) dan Sri Mulyani (Menko Perekonomian/Menteri Keuangan). Tidak perlu kita bahas lagi apa yang dilakukan kedua tokoh itu ketika itu, hanya akan mengundang diskusi yang tak perlu, tapi yang jelas Indonesia berhasil segera keluar dari krisis yang memungkinkan ekonomi nasional tumbuh menjadi salah satu dari 3 besar dunia dalam 5 tahun terakhir setelah krisis.

Investasi yang membanjiri pasar keuangan Indonesia selama 5 tahun terakhir dapat dilihat dari laku kerasnya Surat Hutang Pemerintah/Sertifikat BI dan kenaikan luar biasa (bullish) Bursa Saham kita (Indeks naik 500% dalam 5 tahun dari level 1000 ke 5000). Rupiah menguat di level sekitar 8500 per-USD. Inflasi terjaga, suku bunga turun dan transaksi perdagangan positif (ekspor jauh melebihi impor). Pendapatan perkapita naik tajam, cadangan devisa meningkat 2 kali lipat dan ekonomi tumbuh +5% pertahun (masuk 3 besar dunia).

Tapi kondisi perekonomian dunia bergerak dinamis. Roda perekonomian senantiasa berputar. Setelah beberapa tahun tergerus krisis, perekonomian AS mulai menunjukan tanda-tanda membaik. Beberapa indikator perekonomian disana menunjukkan bahwa krisis sudah mulai berakhir. Mulai terdengar suara bahwa FED kemungkinan akan mulai mengurangi suntikan dana kepasar keuangan. Populer disebut “FED Tappering Off,” mengurangi dana yang beredar. Akibatnya terjadi kegemparan di pasar keuangan dunia. Investor tiba-tiba mulai menarik investasinya di dunia ketiga, terutama hot money, USD pulang kampung. Pasar keuangan setempat mulai meriang, termasuk Indonesia.
Pasar keuangan mempunyai karakter yang spesifik, seperti bola salju, kepanikan mudah menjalar dan membesar. Investor jangka pendek-menengah punya kecenderungan untuk mencari selamat dan karenanya memilih ikut keluar. Wait and see. Saya pun ikutan kelompok ini… hehehe…

Apa yang terjadi dengan Indonesia?. Sejak bulan Juli 2013, Investor asing mulai keluar dari pasar keuangan kita. Dalam 2-3 bulan indeks saham kita tergerus 20% (dari level 5000 ke 4000) dan saat ini masih dalam tekanan jual investor asing. Akibatnya cadangan devisa mulai tergerus, tidak banyak, tapi jelas berkurang. US Dollar yang pulang kampung berkonstribusi menyebabkan nilai tukar Rupiah tergerus terhadap USD. Tapi kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di beberapa negara yang tadinya menjadi tujuan investasi, seperti India, dll. Nilai tukar Yuan Cina memang tak berubah terhadap USD karena memang dipatok pada nilai tertentu (fixed rate). Kebijakan pemerintah Cina, masih negara komunis, yang ditantang AS. Beberapa negara yang tadinya bukan tujuan investasi USD juga relatif tak terganggu dengan kecenderungan mudik USD ini. 

Mengapa BI tak melakukan intervensi dan cenderung membiarkan tergerusnya nilai tukar rupiah? Alasannya sederhana. Arus keluar USD terlalu deras. Kalau di intervensi, maka BI akan kepanasan dan menggerus cadangan devisa. Saya kok melihat sisi positifnya. Ketika USD dibawa investor asing masuk ke Indonesia 5 tahun lalu, mereka membeli rupiah di level 9 ribu. Kini ketika keluar mereka harus membeli USD di level 11-12 ribu. Jadi kalau ternyata investasi mereka disini sudah untung banyak, saatnya untuk membayar “pajak reman” …. Hehehe…

Mudiknya USD, disamping kekuatiran investor bahwa FED akan mulai mengurangi peredaran uang di AS (sisi luar negeri), mereka juga mulai kuatir dengan perekonomian Indonesia sendiri yang mulai memperlihatkan indikasi memburuk (sisi dalam negeri). Mengapa? Seperti alasan yang disampaikan sebuah lembaga pemeringkat (Moody) ketika menurunkan peringkat investasi (investment grade) Indonesia 6 bulan lalu, pemerintah Indonesia terlambat memanfaatkan momentum. Pemicunya ketika mulai terjadi defisit neraca perdagangan. Ekspor kita yang biasanya selalu jauh lebih besar dari impor, kini mulai terbalik. Impor mengalahkan ekspor. Penyebab utama adalah semakin besarnya impor BBM. Konsumsi BBM Indonesia sudah DUA KALI lebih besar daripada produksi (dan bertumbuh), Jelas tak mungkin dipenuhi tanpa impor.
Nilai tukar dipengaruhi ekspor yang jeblok dan impor yang berlebihan. Terutama impor minyak. Neraca dagang Indonesia sudah defisit sejak 2012, faktor terbesar: impor minyak. Pertamina keluar uang USD 150 juta TIAP HARI untuk beli minyak jadi. Sehingga tak heran kontribusinya pada melemahnya nilai tukar.

Apa maksud pemerintah terlambat memanfaatkan momentum? Ketika negara ini berada di peringkat layak investasi (investment grade) dan pertumbuhan ekonomi membaik, kita terlena, lalai dan tak berbenah. Pemerintah + DPR terlambat menaikkan harga BBM, sehingga neraca perdagangan menjadi negatif. Kini ketika rupiah kian melemah, BBM harus dibeli dengan harga lebih mahal. Subsidi BBM meningkat. Kita terperangkap pada pilihan buah simalakama. Saya rasa pemerintahan koalisi yang lemah menjadi penyebab utama lemahnya pengambilan keputusan. Apalagi setelah peristiwa bank century, semakin sedikit pejabat tinggi negara yang mau beresiko mengambil keputusan berani dan cepat. Dan sepertinya kejadian sayang sama masih akan terjadi dimasa-masa mendatang, selama sistem belum berubah.

Kali ini saya mencoba melihat apa yang sedang terjadi dari sisi yang berbeda:  "peristiwa politik".

Kita semua mengetahui bahwa tahun depan merupakan tahun politik di Indonesia.  5 tahun sekali partai politik, caleg dan capres/cawapres perlu dana besar untuk mendukung ambisi politik masing-masing dalam peristiwa politik besar ini. Dari mana saja sumber  dana mereka?  Beragam tentu saja, tapi pasar keuangan merupakan salah satu sasaran utama. Di pasar saham berputar  triliunan rupiah setiap hari, cukup menggiurkan bagi mereka yang tengah memerlukan dana cepat.

5 tahun lalu, tahun 2008, ketika perekonomian dunia mengalami krisis, negara kita juga sedang bersiap-siap menghadapi pemilu (2009). Santer terdengar kabar bahwa banyak peserta pemilu yang menggoreng dananya dipasar keuangan, berharap memperoleh tambahan dana yang dibutuhkan. Mereka mencoba mengail di air keruh, memanfaatkan gejolak yang ditimbulkan krisis ekonomi dunia. Perilaku pasar keuangan waktu itu mirip dengan yang terjadi sekarang. Setelah mengalami kenaikan (bullish) cukup lama, ditahun 2008 bursa saham anjlok lumayan besar dan rupiah melemah terhadap USD. Rumornya, mereka menjual portofolio saham yang sudah untung banyak dan membeli USD. Lalu sejak awal 2009, mereka mulai melepas USD diharga tinggi, memperoleh lebih banyak rupiah dan pada saatnya kembali ke pasar saham yang harganya sudah diskon. Rupiah kembali menguat dan harga saham kembali naik. Mereka memiliki kembali portofolio saham yang tadi dilepas, ditambah sejumlah keuntungan untuk digunakan sebagai biaya kampanye. Akankah kejadian yang sama terulang kembali awal tahun depan sampai pemilu usai? Entahlah, hanya masa depan yang akan menjawab. Kita hanya bisa memperkirakan, bisa benar bisa juga salah.

5 tahun yang lalu, ketika harga saham di bursa anjlok mendekati titik terendahnya, saya juga memprediksi hal yang sama. Saya katakan ketika itu bahwa ini mungkin peluang sekali seumur hidup untuk memperoleh keuntungan besar dari pasar saham. Ramalan saya menjadi kenyataan waktu itu. Tapi, tentu saja, tidak ada jaminan bahwa hal yang sama akan terulang kembali. Lalu bagaimana meyikapinya? Disinilah, menurut saya, analisa tehnikal (TA) mengambil peranan. Analisa tehnikal bisa menghadirkan grafik-grafik yang menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi di pasar saham. Dari grafik itu kemudian kita memperkirakan apa yang kemungkinan akan terjadi dalam waktu tak lama lagi dimasa depan. Peminat TA selalu berangggapan bahwa pergerakan harga dimasa lalu bisa memberikan gambaran pergerakan kedepannya. Tapi itu tadi, TA hanya untuk prediksi, bukan bola kristal para peramal. Kita mungkin tak bisa meramalkan dengan tepat kejadian sesungguhnya dimasa depan, tapi kita bisa berupaya mendekatinya.




Semoga bermanfaat, Salam.  


Jumat, 28 Juni 2013

WINDOW DRESSING.



Menjelang akhir tahun seringkali menjadi momen yang ditunggu-tunggu kalangan pelaku bursa saham. Inilah waktu untuk memoles diri sehingga bisa tampil sedikit lebih cantik. Tidak hanya bagi emiten, tetapi juga para fund manager. Caranya adalah lewat window dressing. Bagaimana investor menyikapi fenomena Window Dressing ini? Baca artikel ini untuk mengetahuinya.


Apa itu Window Dressing? 

Fenomena Window Dressing adalah suatu kondisi dimana harga saham di bursa cenderung menguat jelang pergantian tahun. Akhir tahun biasanya dimanfaatkan oleh Fund Manager untuk meningkatkan kinerja portofolionya. Singkatnya supaya rapornya bagus. Windows dressing juga dilakukan emiten dalam mempercantik laporan keuangannya. Dalam pengertian ini, Windows dressing sebenarnya bisa terjadi pada setiap kuartal, saat laporan keuangan kuartalan keluar. Tetapi efek paling besar terjadi pada akhir tahun, saat tutup buku. Karena itu investor cenderung menyebut Window Dressing adalah fenomena menjelang akhir tahun. Selain itu ada kemungkinan pula, kenaikan berlanjut sampai Januari (disebut January Effect).


Apakah Window Dressing benar terjadi? 

Window Dressing selain dipicu oleh usaha dari para emiten dan Manajer Investasi yang ingin mempercantik kinerjanya, secara psikologis investor juga mempengaruhi. Faktor self-fulfilling prophecy (kebiasaan umum yang dipercaya terjadi) pun juga menambah kuatnya peluang window dressing di akhir tahun.

Dari data IHSG secara historis, selama periode 1999-2011 saya menemukan bahwa di akhir tahun IHSG cenderung naik di akhir tahun. Perhatikan tabel di bawah. Hanya di tahun 2000 dan 2001 saja IHSG tidak menguat di bulan Desember. Tingkat kenaikannnya memang bervariasi, dari sekitar 2% sampai 14%.


Bagaimana kita menyikapi fenomena Window Dressing?

Dari data di atas memang terlihat bahwa menjelang akhir tahun IHSG cenderung meningkat. Dengan memanfaatkan fenomena Window Dressing investor bisa mendapatkan keuntungan investasi dalam jangka pendek. Dengan kata lain, jika investor berinvestasi pada akhir November 2010 dan menjualnya pada Akhir Desember 2010, besar kemungkinan investor akan memperoleh keuntungan.

Meski begitu, ketika terjadi fenomena window dressing bukan berarti investor bisa membeli sembarang saham tanpa mempertimbangkan kondisi fundamental perusahaannya. Data di atas hanya memperlihatkan fenomena di IHSG, bukan per saham. Karena itu kita harus mencermati saham yang kita pilih. Windows dressing terjadi di IHSG, bukan berarti terjadi pada semua saham. Pemilihan saham yang salah juga dapat menyebabkan kerugian


Berikut adalah beberapa tips bila Anda ingin memanfaatkan Window Dressing di penghujung tahun:

1. Sebaiknya Anda tetap mempertimbangkan faktor fundamental dari saham yang akan dibeli. Jika Window Dressing tidak terjadi pada saham yang dibeli, Anda masih bisa memegangnya tanpa perlu terlalu kuatir. Jika sewaktu-waktu terkoreksi kembali, saham yang memiliki fundamental kuat umumnya memiliki daya tahan yang lebih kuat.

2. Investor sebaiknya memilih saham yang menjadi pendorong utama indeks. Biasanya saham penggerak indeks adalah bluechips atau perusahaan berkapitalisasi besar.

3. Sebaiknya tetap konfirmasikan dengan Analisis Teknikal atau dalam arti cari saham yang dalam kondisi cenderung naik. 

4. Belum tentu Window Dressing terulang kembali. Oleh karena itu, bagi investor yang ingin berspekulasi di penghujung tahun, disarankan untuk tetap berhati-hati. Gunakan alokasi dana yang memang untuk spekulasi, bukan dana utama investasi.Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.



Selamat berinvestasi.



Rabu, 19 Juni 2013

Sistem Trading Pak Busur (Darvaser).




Hari ini saya ingin sedikit mereview artikel Budi Suryono tentang darvas, How To Exit The Market.

Saya hampir 100% setuju dengan beliau dan senang dengan gayanya yang ceplas ceplos, disiplin, dan berani menanggung resiko. Masuk market adalah hal yang sangat mudah dilakukan. Yang sulit adalah keluarnya.


Budi Suryono memberikan saya inspirasi yang jelas dan nyata untuk memilih gaya trading dan investasi sesuai dengan karakter masing-masing pribadi. Punya gaya, tidak mudah terpengaruh, dan terus konsisten dengan komitmen yang dibuat. 

Apa sih yang unik dengan trading style Budi Suryono?

Budi suryono yang juga akrab dipanggil dengan Busur, adalah seorang darvasian, buyer di harga tinggi, suka cutloss, tidak avg down,tapi di avg up, tidak buy waktu downtrend, tapi buy waktu uptrend, seneng banget kalau ada yang new fresh price, Buy di Break Out.

Saya sangat tertarik dengan gaya exit Busur yang sangat detail, dan nampaknya beliau sangat konsisten dengan aturan yang di pakai. 

1. Exit kalau loss, batasi loss 5-7% dari buying cost, bila mencapai angka tsb exit cepat, pengalaman saya saham yang turun lebih dari 5% lebih lama baliknya.Exit dulu lebih mudah, perkara balik beli lagi gampang di higher price dan probability sukses pembelian kedua-ke tiga untuk saham yang sama biasanya lebih baik. Cepet cutloss jika harga melawan, lupakan harapan, jual dan lupakan, nice..... 

2. Kalau sudah running profit di bawah 5 % just let it be, taking profit plan di bawah 5 % dengan risk 5-7% nggak make sense kecuali situasi khusus (seperti general market is very bad) Keep hold. Tunggu trigger up atau down bener terjadi. Pilihannya hanya loss or win.

3. Kalau lolos 5% profit, mulai mikir bagaimana exitnya, idenya adalah bukan sell at TOP, tapi catch easy and big part of the upswing yang bisa dilakukan sbb :

a. Setelah lewat 5 % profit saham akan rally ,make new high every day, hold, sit tight, watch volatility (Volatility yang saya maksud adalah (Highest of the day - Lowest of the day), kalau volatility one day > 10 % siap2 exit:
- kalau closing of the day kira2 deket high, bisa dijual besoknya (ada dua pilihan, kalau masih hijau hold dulu, jual di siang atau menjelang penutupan, kalau merah jual langsung di paginya)
- kalau closing of the day kira2 setengah antara high- low of the day ,jual hari itu menjelang market closing.


b. Atau kalau selama rally nggak ada one day volatility >10%, sell at new low (saya selalu buy on new high kenapa nggak sell di new low?) sebagai trailing stop, tracking every day low sebagai trailing stop, kalau keesokan ketemu new low, jual di harga itu.

Gaya trading yang sangat cerdik. Buy at high, not sell at top.

Idenya :

Saat saham mulai rally, tidak dijual dulu. Jual saat ramai, volatilitas harga tinggi.

Kalau candlenya moburuzu, keep lagi, siap jual besok, kalo sudah doji, sell at close.

Pilihan lain trailing stop saat membuat new low. 

Ini adalah ilmu yang berharga untuk kita yang sedang mencari trading style.

Good Luck!!





Minggu, 16 Juni 2013

IPO anak usaha SSIA di Juni 2013.



PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menargetkan akan mendaftarkan anak usahanya, PT Nusa Raya Cipta, sebagai anggota bursa pada pertengahan tahun ini, listingnya pada Juni 2013. SSIA sudah mengajukan rencana Intial Public Offering (IPO) ini kepada otoritas bursa.

Sebagaimana diberitakan, SSIA berencana melepas 20%-30% saham Nusa Raya Cipta ke publik. Nilainya diproyeksikan mencapai Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar. Calon emiten ini akan menggunakan laporan keuangan 31 Desember 2012 sebagai acuan valuasi harga saham IPO. Sedangkan underwriter IPO ini adalah Ciptadana Sekuritas.

Saat ini, kata Yohanes, pihaknya sudah mengajukan permohonan pencatatan ke Bursa Efek Indonesia. Kemudian pada Rabu (13/3), SSIA berencana menggelar mini public expose di hadapan jajaran direksi BEI seputar kinerja perusahan.

SSIA menargetkan pendapatan Nusa Raya akan mencapai Rp 2 triliun sampai akhir 2012. Angka ini naik 26% dari hasil pendapatan 2011 yang berjumlah Rp 1,59 triliun.

Sepanjang tahun lalu, Nusa Raya Cipta mencapai kontrak baru sebesar Rp 2,5 triliun, dan kontrak yang sudah di tangan Rp 2 triliun.

Di tahun ini, SSIA optimis kontrak baru Nusa Raya bisa tumbuh. Sebab, sekarang saja Nusa Raya sudah mengantongi kontrak baru Rp 700 miliar. Manajemen mengklaim, Nusa Raya mempunyai keunggulan di bidang high rise building.

Beberapa proyek high rise building Nusa Raya antara lain apartemen Ciputra World II Mega Kuningan, Konimex 5 Natural Product Solo, Malang City Point, Mall Ciputra Citragan Cibubur, Grand Metropolitan Bekasi, dan The Rimba Hotel Jimbaran Bali.

Nusa Raya juga masuk ke segmen jalan tol seperti proyek jalan tol Cikampek-Palimanan sepanjang 116 km dengan total kontrak senilai Rp 7,7 triliun. Proyek ini dikerjakan dalam tiga tahun mulai Februari 2013.

Sementara itu, pernyataan pendaftaran pertama kepada Otoritas Jasa Keuangan akan dilakukan pada minggu terakhir bulan Maret 2013 ini.


(Sumber KONTAN).




bagaimana kita menyikapinya? Berikut saran seorang teman (JH) yang sudah malang-melintang didunia investasi saham di BEI tentang strategi untuk menghadapi saham IPO:


A. Penjelasan Umum:

1. Beberapa tahun terakhir ini, Indeks tertinggi terjadi bukan di bulan akhir tahun.

2. Berdasar pengamatan, saham-saham IPO yang agak sulit didapat, biasanya hari pertama perdagangan naik, lalu turun perlahan untuk deliveri barang. Memberi kesempatan untuk retail masuk, untuk kemudian swing naik kembali secara bertahap.

3.a. khusus IPO : harga < 200 Auto rejection 35%, Auto Rejection IPO (-/+) 2x 35%

3.b. khusus IPO : harga 200 s/d 5000 Auto rejection 25%, Auto Rejection IPO (-/+) 2x 25%

3.c. khusus IPO : harga > 5000 Auto rejection 20%, Auto Rejection IPO (-/+) 2x 20%


4.a Untuk IPO dimana underwriternya non BUMN (±) waran, biasanya nyaris mentok kanan hari pertama (harga perdana (±) 2x %Auto rejectionnya) untuk kemudian mereda dan maintained. Ini perlu dilihat emitennya apa, underwriternya siapa dan lead+konsorsiumnya siapa. Perhatikan rata-rata harga sejak IPO + top buyer sellernya.

4.b Untuk IPO dimana underwriternya BUMN, biasanya tidak mentok kanan atau kiri di hari pertama, tapi maintained (harga perdana (±) 1x %Auto rejectionnya).

5a. Untuk Emiten dengan 2 undewriter BUMN, yang IPO di Q1, Q2 dan Q3, biasanya harga perdana bergerak naik mencapai 100% kurang lebih 3 bulan.

200% kurang lebih 6 bulan.

5b. Untuk Emiten dengan 2 undewriter BUMN, yang IPO di Q4, biasanya harga perdana bergerak naik lebih lambat, butuh waktu lebih lama untuk mencapai lebih dr 100%, karena akan melalui masa-masa sulit dengan sideways market sampai Q1 (menunggu Annual report, Quarterly report, Performa Emiten, Expansi, dll di Q1).

5c. Untuk Emiten dengan 1 undewriter BUMN, biasanya dari harga perdana bergerak naik sangat lambat, butuh waktu minimal 6 bulan untuk mencapai 50%. Ini cocok untuk Investasi Long Term dengan deviden. Menunggu Annual report, Quarterly report, berita seputar industri/ sektornya, Performa Emiten, Expansi, dll untuk bergerak lebih tinggi.



B. Trading Plan :

Plan 1: Kalau retail hanya sedikit sekali dapat barang perdana, institusi dapat mayoritas n maintained. Cari Info : seputar perusahaan dan industrinya.

1. Hari pertama perdagangan di bursa, masuk 60% dari modal bertahap selama minggu pertama.

2. Akumulasi 20% dari modal setelah harga koreksi dari peak 1 dan tidak bergerak (sideways) beberapa hari utk membentuk kaki2 kuat (masa-masa capek nunggu rebound lagi). Biasanya koreksi ini tidak lebih rendah dari harga perdana + 20%. Berita seputar emiten biasanya mulai muncul.

3. Akumulasi lagi 20% dari modal setelah harga koreksi dari peak selanjutnya dan tidak bergerak (sideways) beberapa hari utk membentuk kaki2 kuat (masa-masa capek nunggu rebound selanjutnya). Biasanya koreksi ini tidak lebih rendah dari harga perdana + 50%.



Plan 2: Kalau retail dapat barang di harga perdana, suatu konsorsium dapet mayoritas n maintained. Cari Info : pemilik perusahaan, bisnis n orang2 di belakangnya.

1. Hari pertama perdagangan si bursa, masuk 40% dari modal bertahap selama minggu pertama.

2. Akumulasi 20% dari modal saat harga koreksi dari peak dan tidak bergerak (sideways) beberapa hari utk membentuk kaki2 kuat (masa-masa capek nunggu rebound lagi). Biasanya koreksi ini tidak lebih rendah dari harga perdana + 20%. Berita seputar emiten biasanya mulai muncul.

3. Akumulasi lagi 20% dari modal saat harga koreksi dari peak selanjutnya dan tidak bergerak (sideways) beberapa hari utk membentuk kaki2 kuat (masa-masa capek nunggu rebound selanjutnya). Biasanya koreksi ini tidak lebih rendah dari harga perdana + 50%.

4. Sisa modalnya 20% masuk lagi kira2 bbrp bulan kedepan (minimal 3 bulan kedepan).


Kalau mau trading, coba dengan lepas 50% di market, sisakan 50% di sarangnya, kecuali emiten gak beres atau makro ekonomi bearish, boleh jual semua.



Plan 3:

1. Kalau retail dapat barang banyak di harga perdana dengan atau tanpa waran + emiten tidak "mampu" maintain. Sell on Strength hitungan 10 jari di sesi pertama awal perdagangan emiten tsb di bursa. Yakin nih ga mau jual..?? Up to U...


Semoga bermanfaat. Salam.




Sabtu, 15 Juni 2013

Psikology Market



When to BUY and SELL, Candlesticks can TELL.

• Metode ini tercatat dimulai pada tahun 1600-an, digunakan oleh petani beras Jepang untuk memonitor dan memprediksi harga pasar.

• Pedagang terkenal bernama Homma (beliau sangat memperhatikan hubungan antara supply/demand), dan menemukan bahwa market sangat dipengaruhi oleh emosi.


•  Diperkenalkan pada tahun 1990 ke negara Barat oleh Steve Nison, seorang analis perintis Candlestick yang populer.