Success isn't something that just happens - success is learned, success is practiced and then it is shared. Give thanks to the LORD. Alhamdulillah.....

Jumat, 14 Februari 2014

Sekilas Pasar Modal.

Di pasar modal, setiap pemegang saham adalah pemilik, walau cuma 1 lembar saham. Mereka berhak beroleh laba, dan berhak untuk didengar. Karena berstatus pemilik, maka pemegang saham juga ikut ambil risiko. Perusahaan bisa untung dan bisa rugi. Semua pemilik ikut menanggung. Besaran untung atau rugi yang dinikmati/ditanggung akan tergantung pada sebanyak apa jumlah saham yang dimiliki. Tentu ini cukup adil. Ingin untung besar? Ya silakan tambah jumlah saham yang dimiliki. Ingin mengurangi risiko kerugian? Ya silakan kurangi jumlah pemilikan.

Karena persepsi tiap orang (pemegang saham) berbeda-beda (ingin untung vs takut rugi), maka mereka saling bertukar di sebuah pasar. Pasar itulah yang dikenal sebagai Bursa Saham, tempat orang membeli/menjual perusahaan (dalam bentuk lembaran-lembaran saham). Di Bursa Saham tersebutlah perusahaan publik (perusahaan yang sudah terbuka untuk dimiliki masyarakat) sahamnya di-perdagangkan tiap waktu.

Bila sebuah perusahaan penjualan dan labanya bertumbuh, akan banyak orang yang ingin memiliki sahamnya. Maka harga sahamnya akan naik. Sebaliknya, bila sebuah perusahaan penjualan dan labanya jelek, maka risiko dianggap meningkat. Sahamnya akan dilepas di harga lebih rendah.

Sebagai milik publik, maka perusahaan publik wajib mengumumkan laporan keuangan mereka. Pemilik berhak tahu bagaimana perusahaan dikelola. Dari laporan keuangan ini pula, dapat dibandingkan mana perusahaan publik yang kinerjanya membaik atau memburuk. Memaksa mereka bersaing. Seluruh laporan keuangan perusahaan publik bisa dilihat di website BEI. Juga dimuat di koran-koran. Nggak ada yang ditutupi. Memang tidak tertutup kemungkinan ada yang menyajikan laporan keuangan secara tidak benar. Bila ketahuan akan dihukum oleh pasar.

Di Indonesia, kebanyakan perusahaan besar sudah jadi perusahaan publik. Anda bisa jadi pemilik Bank BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra, dll. Ada hampir 500 perusahaan publik di Indonesia. Ada yang bagus, ada yang jelek, ada yang membaik ada yang memburuk. Tinggal pilih.

Keuntungan pemegang saham biasanya atas dua hal: dividen dan capital gain (selisih harga jual vs. harga beli). Keduanya bentuk tunai. Ada juga sih dividen berbentuk saham. Bisa untuk menambah kepemilikan, bisa juga untuk dijual ke orang lain. Terserah pemilik. Sementara emiten tidak hanya menikmati saat IPO (penjualan saham perdana) saja, mereka juga bisa terbitkan saham baru, atau berbagai inovasi keuangan lain.

Perusahaan-perusahaan publik besar di Indonesia termasuk yang memiliki pertumbuhan laba terbesar di Asia Pasifik. Sayangnya banyak yang nggak tau. Kapitalisasi (nilai pasar) saham Indonesia selama 10 tahun terakhir bertumbuh secara compounded sekitar 25% per tahun. Hebat kan? Anehnya, kebanyakan orang Indonesia malah nggak menikmati. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Kemungkinan besar karena nggak ngerti. Susah dimengerti, jumlah investor retail Indonesia cuma 400 ribuan. Investor tidak langsung paling top 4-5 juta orang. Penduduk? 250 juta. Investor tidak langsung yang saya maksud adalah yang berinvestasi lewat reksadana, produk asuransi, lewat dana pensiun dll.

Karena milik publik pula maka sebuah perusahaan bisa menjadi besar dan bertumbuh cepat. Kebutuhan modalnya dibiayai oleh banyak orang. Prinsip dasar di pasar modal: yang dipercaya akan semakin dipercaya. Yang tidak dipercaya akan semakin ditinggalkan. Adil kan? Akibatnya perusahaan yang sangat dipercaya, seperti Microsoft, bisa ngutang dengan bunga sangat rendah. Lebih rendah dari pada bunga pemerintah.

Itu alasan dasar mengapa pasar modal menciptakan perusahaan-perusahaan yang bertumbuh dan kompetitif. Bersaing rebutan modal. Dengan modal lebih berlimpah dan biaya bunga yang rendah, maka perusahaan bisa mengembangkan produk baru, masuk ke pasar baru, dll. Pasar modal bisa dipandang sebagai Demokratisasi Modal. Berbeda dengan pemilu yang sekian tahun sekali, proses di pasar berlangsung tiap hari.

Perusahaan publik secara umum dipandang memiliki risiko lebih kecil oleh bank, karena lebih transparan. Lebih diprioritaskan dapat kredit. Dengan status sebagai perusahaan publik, sebuah perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain tanpa harus keluar duit. Dibayar pakai saham. Itu yang dilakukan perusahaan besar seperti Microsoft, Google, Apple, Oracle, dll, membeli perusahaan lain tanpa harus keluar duit tunai. Tapi tentu saja tidak bisa begitu saja terjadi. Kepercayaan investor harus dibeli dan dijaga terus menerus. Bila ngawur, kepercayaan hilang.


Bukankah manajemen perusahaan harus tunduk pada pemegang saham terbesar? Ya memang betul begitu, karena mereka punya risiko terbesar. Tapi pada perusahaan publik yang telah lama dan sangat dipercaya, pemilikan sahamnya bisa sangat tersebar luas meliputi ribuan investor. Pada perusahaan seperti IBM misalnya, pemegang saham terbesarnya hanya menguasai 6% jumlah saham. Pada Apple, hanya 5% saham. Itu terbesar. Pada pemilikan sedemikian tersebar, manajemen perusahaan bisa bersikap independen. Tidak didominasi kepentingan pemegang saham terbesar.

Coba kita lihat di sekitar kita, banyak sekali produk dari perusahaan publik. Contoh: Apple, Samsung, Blackberry, HP, Dell, LG, dll. Lihat di luar jendela, ada mobil buatan Astra, Ada Bank BCA, Mandiri, BRI, dll. Ada Indomie buatan Indofood. Semua perusahaan publik.

Investor terbesar di dunia adalah Dana Pensiun, lalu Reksadana, dan diikuti Dana Asuransi. Semuanya memperoleh dana dari masyarakat luas. Jadi Demokratisasi Modal sebenarnya bersifat sangat luas, mencakup kemaslahatan masyarakat yang juga sangat-sangat luas.

Anda peserta skema Jamsostek? Tahukah anda bahwa dana yang anda setorkan via Jamsostek itu diinvestasikan di pasar modal Indonesia? Anda ikut skema dana pensiun? Dana yang terkumpul dari dana pensiun jutaan orang - mengalirnya ke pasar modal. Agar bisa bertumbuh. Andai dana pensiun tersebut cuma disimpan di bank, maka mustahil akan cukup untuk memenuhi kebutuhan aktuaria peserta dana pensiun.

Mobil atau rumah anda diasuransikan? Punya asuransi jiwa? Nah, premi yang anda bayarkan itu sebagian mengalir ke pasar modal agar bertumbuh. Perusahaan publik, pasar modal, dana pensiun, asuransi, dan reksa dana -- semua saling sinergi. Saling membutuhkan untuk bisa bertumbuh. Perusahaan butuh modal. Investor butuh pertumbuhan hasil untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Semua pihak itu bertemu di pasar modal.

Mungkinkah perusahaan publik memalsukan laporan keuangan mereka? Bisa saja. Tapi laporan keuangannya dibaca ribuan pasang mata. Perusahaan Enron, pertama kali diketahui memanipulasi laporan keuangannya lewat ketelitian para investor. Laporan keuangannya dibongkar.

Para investor ini heran: mengapa perusahaan energi lain cuma bisa tumbuh 1 digit, tetapi Enron bisa tumbuh double digit. Apa rahasianya? Dari analisa atas laporan keuangan Enron, terasa banyak hal yang nggak nyambung. Hal ini meluas diketahui publik. Manajemen diperiksa. Karena tak bisa menjelaskan, maka Enron dihukum oleh pasar. Harga sahamnya jeblok tajam dalam hitungan hari. Sampai akhirnya bangkrut.

Arthur Andersen, auditor keuangan Enron pun diteliti oleh publik. Diduga terlibat manipulasi. Ikut dihukum pula oleh publik. Arthur Andersen yang saat itu di posisi auditor keuangan terbesar dunia, langsung dikucilkan. Dalam waktu singkat auditor itu kolaps.

Pasar modal memang berlangsung berlandas kepercayaan. Bila gagal menjaga kepercayaan - akan dihukum dengan sangat kejam. Perusahaan sebesar apa pun mustahil luput. Saat British Petrolium dianggap lalai menjaga anjungan minyak mereka hingga terbakar, harga sahamnya jeblok.

Kejamnya investor pasar modal adalah: Bila perusahaan X dianggap tak becus, mereka akan menanamkan uang pada semua kompetitor perusahaan X. Jadi, jangan heran bila saat British Petrolium kena kasus, harga saham Shell, ExxonMobil, dll justru memperoleh sentimen positif. Harganya naik.

Dan sama dengan itu, saat Exxon Mobil kapal tankernya karam karena dianggap ceroboh -- perusahaan minyak lawannya naik pamor di mata investor. Mengerikan juga ternyata. Apa ada perang saham antar perusahaan juga? Selalu begitu terus menerus. Yang selalu jadi contoh klasik: Pepsi vs Coca Cola. Bukan hanya di pasar, tetapi di laporan keuangan juga termasuk.

Dari hal itu, saya jadi lebih percaya bahwa kultur/budaya anggota sebuah kelompok bisnis entah koperasi atau korporasi - lebih berperan.

Salam,
Vivie.